Rabu, 30 September 2009

Hidup Sebagai Anak-anak Terang

Khotbah Efesus 5 : 1-10

Hidup Sebagai Anak-anak Terang

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,dalam suratnya ini, Paulus ingin menekankan kepada jemaatnya di Efesus untuk dapat hidup sebagai pengikut Kristus dengan cara yang baru. Jemaat ini diminta untuk tidak lagi hidup dengan sikap-sikap lama di mana mereka belum mengenal Kristus. Surat efesus ini ditulis pada saat pemberitaan Injil kepada non- Yahudi telah berkembang sehingga mereka berbondong-bondong membanjiri gereja. Ada bahaya bahwa mereka berbangga karena menganggap diri dapat menentukan ukuran-ukuran moral sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dan seringkali terjadi perbedaan pendapat dengan kelompok-kelompok Kristen Yahudi.

Pada kesepuluuh ayat ini kita dapat meringkaskan minimal 4 hal penting. Yang pertama, pada ayat 1 -2, Paulus menekankan bagaimana seharusnya para pengikut Kristus hidup, yaitu layaknya hidup seperti anak-anak yang kekasih dan penurut Allah. Jemaat diminta untuk hidup di dalam kasih sebagaimana juga Kristus telah mengasihi manusia dengan mengorbankan dirinya di atas kayu Salib sebagai korban persembahan yang harum bagi Allah

Saudara-saudara. Tentu saja menjadi pengikut Kristus atau menjadi Kristen bukanlah hanya sekedar identitas sebagaimana yang tertulis di dalam KTP (kartu tanda penduduk) yang kita miliki saat ini. Menjadi pengikut kristus adalah sebuah panggilan untuk hidup di dalam kasih terhadap sesama. Kasih yang tidak memandang bulu. Kasih yang tulus dan jujur. Sebagaimana kasih kristus yang merelakan dirinya mati di atas kayu salib. Pertanyaan buat kita, apakah kita yang telah lama menjadi pengikut kristus telah sungguh-sungguh jujur dan rela dalam mengasihi sesama manusia?

Saudara-saudara tentu kita akan memiliki jawaban yang berbeda-beda, karena siapakah yang dapat mengukur kesungguhan dan kerelaan seseorang dalam mengasihi?tetapi yang jelas orang yang kita kasihi akan dapat melihat dan merasakannya.

Sebuah ilustrasi mungkin dapat membantu kita: seorang dokter ternama berhasil menyembuhkan seorang anak dari penyakit serius yang menimpanya. Dengan penuh ucapan terima kasih, sang ibu pergi ke rumah dokter itu dan berkata: “dokter, jasa dokter memang tidak ternilai harganya. Saya sungguh-sungguh tidak tahu bagaimana mengucapkan rasa terima kasih saya. Saya kira dokter mau menerima dompet yang saya bordir dengan tangan saya sendiri.”

“Bu, “ ujar dokter itu dengan dingin, “obat itu bukan masalah sepele. Hadiah kecil memang bisa menopang persahabatan, tetapi tidak dapat menopang keluarga.”

“tetapi dokter,” ujar wanita itu, “berapa tariff dokter?”

“Dua ratus ribu rupiah, bu.”

Wanita itu membuka dompet bordiran itu, mengambil 5 lembar uang bernilai masing-masing seratus ribu rupiah, memberikan 2 lembar kepada dokter itu, mengambil sisanya, membungkuk dengan dingin dan pergi.

Lewat ilustrsi ini kita dapat melihat bahwa kerelaan untuk menolong sesama tidak perlu kita memiliki sikap tamak, atau takut menderita. Yang kita perlukan adalah kesungguhan dan kerelaan dalam melayani sesama.

Sauadara Nats ini menekankan agar pengikut Kristus dapat mengasihi dengan sungguh saudara-saudaranya yang bukan pengikut kristus, karena Kristus hadir di dunia memberitakan kerajaan Allah kepada seluruh umat manusia.

Saudara-saudara, pada bagian Kedua. Ayat 3- 4, paulus menekankan kepada jemaay untuk menjaga sikap melalui perkataan-perkataan yang santun sebab perkataan juga melambangkan sikap hidup pengikut kristus.

Sekarang ini sering orang mengatakan “ah itu hanya omonganku saja,, dan bukan apa yang aku lakukan”. “ah itu kan hanya apa yang keluara dari mulut saya saja, tetapi saya tidak pernah melakukannya”. Saudara-saudara memang jika kita sedang bercanda, tertawa, bercerita kepada teman-teman atau kerabat-kerabat kita, kita sering lepas control dan menggunakan bahasa-bahasa yang kurang baik atau tidak enak didengar. Lebih parahnya lagi ketika kita sedang emosi atau marah kepada seseorang, mungkin akan terbersit kata-kata kotor atau bahkan terucap untuk memaki orang yang kita benci. Hal inilah yang menurut paulus bukan cara hidup pengikut Kristus karena hal-hal itu tidaklah pantas tetapi sebaliknya paulus menyarankan agar kita dapat mengucap syukur di dalam kondisi apapun. Atau dengan kata lain Paulus ingin mengajarkan kepada kita bahwa kita harus mampu mengendalikan lidah kita, karena lidah tidak bertulang.

Saudara-saudara perlu kita ingat seringkali orang mudah tersinggung hanya karena perkataan. Kata-kata yang keluar dari mulut kita adalah gambaran siapa kita. Jika di dalam percakapan-percakapan sehari-hari kita lebih banyak mengeluarkan kata-kata yang tidak baik, maka tentu orang akan memberikan citra buruk tentang kita.

Sebuah ilustrasi mungkin dapat membantu kita : Seorang perwira yang mudah marah menempeleng seorang serdadu. Serdadu yang ditempeleng itu sebenarnya adalah seorang pemberani. Dia merasa sangat terhina, tetapi disiplin militer tidak memungkinkannya untuk membalas pukulan itu. Dia hanya dapat memakai lidahnya dan memanfaatkannya dengan sangat baik, “saya akan membuat bapak bertobat.”

Suatu hari, di tengah pertempuran hebat, serdadu itu melihat perwira yang pernah memukulnya itu terluka dan terpisah dari pasukannya yang dengan gagah perkasaberusaha membebaskan diri dari musuh yang mengepung mereka. Serdadu yang berani itu juga segera saja mengenali perwira yang pernah menghinanya dan segera menolongnya. Dia memanggul perwira itu dan membawanya ke tempat yang aman. Dengan gemetar karena emosi yang meluap, perwira itu memegang tangan serdadu itu dengan penuh ucapan terima kasih. “mengapa engkau membalas hinaanku dengan kebaikan seperti ini?”serdadu itu balas memegang tangan perwiranya dengan hangat dan dengan lembut berrkata, “bukankah saya dulu pernah berkata, bahwa saya akan membuat Bapak bertobat?”

Sejak saat itu, meskipun berbeda pangkat cukup jauh, mereka menjadi sahabat baik.

Saudara-saudara lewat ilustrasi ini kita melihat bahwa kata-kata yang baik akan menghasilkan perbuatan yang baik pula. Sekesal apapun perassaan kita terhadap seseorang usahakanlah agar kita tidak mengeluarkan kata-kata cemooh, makian, hinaan kepadanya. Untuk itulah paulus menyarankan agar setiap pengikut kristus dapat hidup kudus baik di dalam ibadah, maupun perkataannya.

Saudara-saudara pada bagian Ketiga ayat 5- 7, paulus menekankan bagaimana pengikut kristus seharusnya hidup dan berinteraksi dengan sesamanya yang belum bertobat. Di dalam ayat ini paulus mengingatkan agar umat tidak disesatkan oleh kebohongan-kebohongan orang-orang yang belum percaya. Ia meminta kepada umat untuk tidak berkawan kepada para penyesat-penyesat yang mencoba untuk menggangu persekutuan yang sudah ada.

Saudara-saudara dalam kehidupan beriman kita, kita sering digangggu oleh banyak pemikiran yang berusaha untuk membuat pemahaman kita goyah. Apalagi pemahaman itu tidak berdasarkan pemahaman yang benar yang sesuai dengan iman Kristen. Pemahaman duniawi saat ini telah menguasai pemikiran banyak umat. Misalnya saja ketika kita berada di lingkungan pekerjaan kita, atau ketika anak-anak kita berada di lingkungan pertemanannya. Ketika kita berada di lingkungan pekerjaan kita, mungkin saja kita pernah tergoda atau terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan lebih besar. Padahal cara-cara tersebut jelas bertentangan dengan nilai-nilai kejujura dan keadilan di dalam Alkitab. Atau ketika pasangan-pasangan muda yang menjaling hubungan seringakali telah melampaui batas-batas yang seharusnya. sebut saja misalnya masalah yang sering kita hadapi antara lain seks bebas, narkoba, mabuk-mabukan dan lain-lain. Padahal Alkitab dan iman Kristen telah mengajarkan kepada kita, bagaimana seharusnya kita menghadapi pencobaan-pencobaan iblis lewat para penyesat-penyesat itu.

Saudara-saudara pada bagian Keempat. Ayat 8-10. paulus kembali mengingatkan bahwa mereka dahulu adalah kegelapan dan bukan terang. Mereka kini telah mendapatkan terang itu di dalam Tuhan, dan terang itu hanya membuahkan keadilan dan kebaikan. Dalam nats ini paulus ingin memotivasi jemaat untuk menyadari bahwa hidup mereka yang sekarang adalah “hidup baru”. hidup di dalam terang Tuhan, dimana Tuhan akan memberikan tempat bagi orang-orang yang percaya. Tidaklah sulit untuk menyatakan bahwa kita telah mengalami “Hidup baru” itu. Caranya adalah dengan hidup di dalam kasih Tuhan, maka ia akan membuahkan keadilan dan kebaikan.

Saudara-saudara, tentu saat ini kebanyakan dari kita bukanlah seorang Kristen baru sama seperti jemaat yang ada di Efesus. Namun apakah makna yang dapat kita ambil dari nats ini ? memaknai “hidup baru” di dalam kehidupan kita masa kini, adalah dengan cara menjadi “Kristen yang sejati”. Kita harus menyadari bahwa dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari kita kita tidak dapat luput dari kesalahan, dosa, atau perbuatan-perbuatan yang menyakiti hati orang lain. Seorang Kristen yang sejati adalah seorang yang mampu mengampuni, memohon pertobatan didalam setiap hari kehidupannya. Setiap hari berganti jangan lagi ada kebencian, rasa dendam, iri, dengki kepada siapapun yang telah menyakiti kita ataupun telah kita sakiti. Setiap hari adalah “hidup baru” bagi orang Kristen, setiap hari adalah hidup yang saling mengasihi, saling memberi, rela mengampuni dan berbuata banyak kebaikan bagi sesama. Karena hal inilah yang diajarkan Tuhan Kita Yesus Kristus. Saudara-sauadara jika kita telah mengalami hidup baru, yakinlah bahwa semua perbuatana dan perkataan kita akan membuahkan kebaikan.

Amin

Apakah Menurut anda blog ini sudah memadai

Total Tayangan Halaman